“We
record something as a return ticket to a moment otherwise it’s gone.”
“Kita
merekam sesuatu sebagai tiket pulang ke momen berharga tersebut.”
Demikian
petuah klasik sang Ibu ketika senja mulai bertolak ke bibir langit barat. Barisan
kalimat itu masih terekam dengan begitu rapi dalam ingatan. Bisa dibilang sepanjang hidup, saya
selalu direkam Ibu. Ibu bilang, saya
hanya boleh memutar kembali rekaman tersebut setiap 10 tahun sekali. Meski saya masih belum sepenuhnya paham
maksud Ibu, tetapi dengan seiring berjalannya waktu, saya mulai memahami tujuan
Ibu untuk merekam saya .Akhirnya, saya mulai menulis di
buku kenangan yang saya khususkan untuk menulis kesan-kesan saat saya
membuka setiap sisi dari rekaman tersebut. Dan beginilah isi buku
kenangan itu :
Jumat,
20-April-2012
Ahhh! Senangnya saya! Tau tidak kenapa? Sekarang umur saya
sudah genap 12 tahun dan itu berarti kesempatan pertama saya untuk memutar
kembali kenangan saya yang pertama! Detik-detik sebelum rekaman dimulai,
saya mencoba menebak isi rekaman tersebut. Tebakan saya tentang
isi rekaman tersebut adalah rekaman disaat saya belajar bermain sepeda! Tetapi
ternyata rekaman pertama saya bukanlah
itu. Isi dari rekaman saya sangat jauh dengan apa yang saya pikirkan. Ternyata
isi rekaman tersebut adalah pesta
ulang tahun saya yang kedua. Saya
tidak ingat dimana atau siapa saja mereka yang menghadiri
pesta tersebut.
Dalam durasi
video 1:03 itu, saya melihat sosok saya sendiri yang pada saat itu baru menginjak usia dua
tahun. Saya terlihat begitu bahagia. Kebahagiaan yang juga
diselimuti kebingungan
atas apa yang sedang terjadi. Tetapi satu hal yang membuat saya terpesona
adalah sosok perempuan kecil
berambut tipis dengan hiasan pita berwarna putih, pun warna merah bibirnya yang
tajam jauh dari polesan gincu sang ibu.
Setelah melihat rekaman tersebut, saya
berbalik memandang ke cermin yang terdapat di sudut kamar
tidur. Apa yang sudah terjadi kepada saya?
Apakah saya berubah? Saya sangat
merindukan masa kecil itu. Dan ternyata roda kehidupan sekarang sudah jauh
berputar. Menjadi
seorang remaja muda itu sulit. Hidup
itu sulit. Saya sudah mulai mengerti akan hal tersebut. Tetapi menerimanya? Itu tetap menjadi suatu hal yang saya pertanyakan
dalam diri saya sendiri.
Tetapi saya yakin bukan hanya saya
saja yang hidup diantara kalangan remaja dan mempunyai latar belakang yang
sulit. Memiliki masa-masa stress, galau, baper. “Itu normal”, pikir saya semakin geli. Yang
terpenting adalah bagaimana cara saya menghadapi masalah tersebut.
Bisa dibilang saya beruntung bisa bersekolah dengan siswa/i yang ramah, sopan
dan baik hati. Tetapi tidak semua remaja mempunyai hidup seberuntung saya.
Rabu,
20-April-2022
Sekarang saya berumur 22 tahun. Tahap awal
memasuki usia dewasa awal dan juga saatnya membuka kenangan saya
yang kedua. Jujur, saya merasa sangat bersemangat
meskipun saya sudah lebih dewasa dari sebelumnya.
“Kira-kira apa isi rekaman tersebut ya?”
saya bertanya kepada Ibu saya.
Ibu saya hanya senyum dan menjawab
dengan santai , “Nanti juga kau tahu.”
Rekaman tersebut adalah rekaman ketika
saya berumur 16 tahun dan sedang menghadiri suatu seminar yang membahas segala
sesuatu mengenai remaja.
Seorang psikolog berkata kepada seorang
remaja yang tengah mengajukan pertanyaannya mengenai masalah yang sedang ia
lalui bersama dengan mantan kekasihnya.
Psikolog pun
menjawab demikian, “Masa lalu
itu tidak boleh diingat, harus dilupakan!”.
Saat saya mendengar perkataan itu, seketika saya teringat oleh masa lalu saya sendiri. “Saya tidak
mungkin bisa melupakan apa yang telah terjadi kepada saya sebelumnya.
Sebab masa lalu itu , persoalan itu,
kesalahan itu yang membuat saya tampak lebih waspada saat membuat keputusan
kedepannya. Bukan hanya dalam persoalan jodoh. Tetapi
dalam segala aspek kehidupan. Sebab masa lalu dan pengalamanlah
yang membetuk saya menjadi
saya sekarang ini.”, kegelisahan kembali menghantui pikiran saya untuk yang kesekian kalinya.
Karena saya berbeda pendapat dengan
Psikolog itu, saya langsung bertanya kepada Ibu saya.
“Ibu, kenapa rekaman yang seperti ini harus diputar? Padahal
perkataannya itu tidak sepenuhnya benar. Apa
Ibu setuju dengan perkataan Bapak itu? “
Lagi-lagi, Ibu hanya tersenyum. Huhhh, kesal rasa hati
saat dibegitukan!
Selasa,
22-April-2032
10 tahun sudah berlalu. Dan sekarang
saya sudah berumur 32 tahun. Saya
sudah berkeluarga dan bekerja sebagai entrepreneur
sukses dan memliki seorang anak perempuan yang berumur 5 tahun.
Saya juga hidup bahagia dengan suami
saya yang selalu serius mengurusi dagangannya untuk menghidupi keluarga yang
sederhana ini. Yaa, begitulah alasannya
ketika orang bertanya, haha.
Di suatu sore yang teduh ...
Sebuah parsel yang dikirimi Ibu tiba di
rumah saya dua hari setelah ulang tahun saya yang
ke 32. Tetapi, parsel tersebut tidak hanya berisikan satu rekaman melainkan dua rekaman sekaligus.
Ibu saya menandai rekaman kedua dengan sebuah pesan, “Untuk diputar
30 tahun berikutnya”.
Meskipun saya hanya membuka
rekaman-rekaman tersebut setiap 10 tahun sekali, sangatlah
beda rasanya tanpa ada Ibu disamping untuk menemani saya menyaksikan isi dari
rekaman-rekaman tersebut.
Sebuah permenungan yang menyita waktu kebersamaan antara saya dan senja...
Pernahkah kalian memiliki harapan untuk
menjadi seorang balita yang hidup bebas dari beban sekolah, beban sosial dan
lainnya? Pernahkah Anda memilliki kemauan untuk menjadi seorang
sosok dewasa yang sudah berumur 30 tahun dengan hidup yang sudah mapan
tanpa harus melewati masa-masa sulit
untuk menemukan jati diri Anda di masa
depan?
Pasti pernah! Rekaman kali ini berisikan
tentang diri saya yang sedang menghadapi Ujian Nasional untuk mengakhiri masa
sekolah di Sekolah
Menengah Atas.
Di rekaman tersebut, saya terlihat sangat kewalahan
dan hampir sama sekali tidak ada semangat untuk belajar.
Tetapi apa yang terjadi? Apakah diri
saya berhenti? Sosok gadis yang berumur 18 tahun ini tidak menyerah! Meskipun dengan materi yang menggunung dan
waktu yang sangat terbatas, dirinya tetap tidak menyerah dan menggunkan waktu
tersebut dengan sangat efisien.
Hampir saja saya lupa kalau sosok gadis
yang ada di rekaman tersebut adalah diri saya sendiri.
Dari rekaman tersebut saya ingat bahwa
biasanya saya sering direndahkan sebagai remaja. Padahal
mereka tidak tahu, sulitnya menjadi remaja yang hidup di zaman dimana semuanya high tech. Remaja tentu harus bisa
mengikuti perkembangan zaman. Itulah salah satu faktor yang membuat bukan hanya
saya, tetapi semua remaja mengalami stress yang lebih berat dari generasi sebelumnya.
Tetapi juga bukanlah sebuah alasan untuk
menyerah pada masa depan kita.
” Masa depan adalah bagaikan harta karun
yang hidup di dasar laut yang menantikan gilirannya untuk ditemukan.”
Kamis,
20- April – 2062
Dan kembalilah saya menulis di buku
kenangan ini. Rasanya agak kikuk. Setelah sekian lama terdiam, hari ini pun saya kembali
mengayunkan sebatang pena bertinta hitam menghiasi lembar demi lembar isi buku
itu. Saya
sudah hidup lebih dari 60 tahun di muka bumi ini. Bisa
dibilang saya sudah memilki banyak sekali pengalaman. Tetapi
tetap saya merasa belum sempurna sebelum memutar kenangan terakhir saya.
Ceklekk...Rekaman tersebut mulai memutar. Tiba-tiba munculah sebuah moment dimana seorang Ibu baru saja melahirkan anak perempuannya.
“I’m grateful.” Ucap
Ibu itu ke bayinya serambi mencium kening bayi tersebut.
Saya memutar minit pertama dari rekaman
tersebut. Begitu rindunya saya akan suara Ibu. Dan
begitu sederhana tetapi sangat indah nya kata-kata yang diucapkan Ibu kepada
saya.
Dengan spontan saya berkata,
“I’m grateful.”
Rekaman-rekaman berikutnya merupakan
gabungan dari sisa hidup yang digabungkan. Dengan
sekilas, saya melihat seluruh perjalanan hidup saya ditampilkan di sana.
Ada cuplikan dimana saya belajar untuk
berjalan, makan dan melakukan hal sederhana lainnya. Ada
pula cuplikan dimana saya belajar untuk
bermain sepeda, menulis dan membaca buku. Ada cuplikan
dimana saya memarahi Ibu karena keinganan untuk membeli mainan baru tidak
diwujudkan olehnya. Warna lain yang tampak dari rekaman
itu adalah
cuplikan dimana saya tengah berkunjung ke salah satu Panti
Asuhan yang berada tidak jauh dari tempat kediaman dan memberikan
sebagian besar dari mainan yang saya miliki kepada mereka
yang membutuhkan.
Ibu saya berkata diakhir rekaman itu,
“Tahukah Nana,
kalau dirimu sendirilah yang bisa membentuk dirimu yang sekarang? Tugas Ibu hanyalah membimbing. Dan yang lainnya adalah tugasmu. Tidak ada kata yang bisa mengartikan
kebanggaan Ibu untuk Nana.” dengan lembut kata-kata itu terucap dari mulut Ibu sendiri.
Sekarang saya telah mengerti maksud Ibu selama ini. Saya pun menulis kata-kata terakhir di halaman buku kenangan yang usianya sudah tidak lagi perawan.
"Dan pada
akhirnya kita hanya memiliki diri kita sendiri. Kita akan membuat kesalahan dan
kita akan belajar. Itulah yang disebut pengalaman hidup. "
Kalimat
itu terinsipirasi dari seorang wanita yang telah melahirkan saya. Yang telah memberikan segalanya untuk saya. Sebentar lagi saya akan menemuinya dan akan menyampaikan sesuatu yang
belum sempat saya sampaikan kepadanya.
"Terima kasih Ibu"
-Tamat-
(Gracella
Maureen, Siswi Kelas IX SMP YPPK Bonaventura Sentani)
aku suka karangan ini
BalasHapusAyo....
HapusKumpulkan karya2mu, dek