Kamis, 16 Februari 2017

Kenangan Untuk Nana


“We record something as a return ticket to a moment otherwise it’s gone.”
            “Kita merekam sesuatu sebagai tiket pulang ke momen berharga tersebut.”
           

Demikian petuah klasik sang Ibu ketika senja mulai bertolak ke bibir langit barat. Barisan kalimat itu masih terekam dengan begitu rapi dalam ingatan. Bisa dibilang sepanjang hidup, saya selalu direkam Ibu. Ibu bilang, saya hanya boleh memutar kembali rekaman tersebut setiap 10 tahun sekali. Meski saya masih belum sepenuhnya paham maksud Ibu, tetapi dengan seiring berjalannya waktu, saya mulai memahami tujuan Ibu untuk merekam saya .Akhirnya, saya mulai menulis di buku kenangan yang saya khususkan untuk menulis kesan-kesan saat saya membuka setiap sisi dari rekaman tersebut. Dan beginilah isi buku kenangan itu :

Jumat, 20-April-2012
Ahhh! Senangnya saya! Tau tidak kenapa? Sekarang umur saya sudah genap 12 tahun dan itu berarti kesempatan pertama saya untuk memutar kembali kenangan saya yang pertama! Detik-detik sebelum rekaman dimulai, saya mencoba menebak isi rekaman tersebut. Tebakan saya tentang isi rekaman tersebut adalah rekaman disaat saya belajar bermain sepeda! Tetapi ternyata rekaman pertama  saya bukanlah itu. Isi dari rekaman saya sangat jauh dengan apa yang saya pikirkan. Ternyata isi rekaman tersebut adalah pesta ulang tahun saya yang kedua. Saya tidak ingat dimana atau siapa saja mereka yang menghadiri pesta tersebut.
Dalam durasi video 1:03 itu, saya melihat sosok saya sendiri yang pada saat itu baru menginjak usia dua tahun. Saya terlihat begitu bahagia. Kebahagiaan yang juga diselimuti kebingungan atas apa yang sedang terjadi. Tetapi satu hal yang membuat saya terpesona adalah  sosok perempuan kecil berambut tipis dengan hiasan pita berwarna putih, pun warna merah bibirnya yang tajam jauh dari polesan gincu sang ibu.
Setelah melihat rekaman tersebut, saya berbalik memandang ke cermin yang terdapat di sudut kamar tidur. Apa yang sudah terjadi kepada saya? Apakah saya berubah? Saya sangat merindukan masa kecil itu. Dan ternyata roda kehidupan sekarang sudah jauh berputar. Menjadi seorang remaja muda itu sulit. Hidup itu sulit. Saya sudah mulai mengerti akan hal tersebut. Tetapi menerimanya? Itu tetap menjadi suatu hal yang saya pertanyakan dalam diri saya sendiri.
            Tetapi saya yakin bukan hanya saya saja yang hidup diantara kalangan remaja dan mempunyai latar belakang yang sulit. Memiliki masa-masa stress, galau, baper. “Itu normal”, pikir saya semakin geli. Yang terpenting adalah bagaimana cara saya menghadapi masalah tersebut. Bisa dibilang saya beruntung bisa bersekolah dengan siswa/i yang ramah, sopan dan baik hati. Tetapi tidak semua remaja mempunyai hidup seberuntung saya.

Rabu, 20-April-2022
Sekarang saya berumur 22 tahun. Tahap awal memasuki usia dewasa awal dan juga saatnya membuka kenangan saya yang kedua. Jujur, saya merasa sangat bersemangat meskipun saya sudah lebih dewasa dari sebelumnya.
“Kira-kira apa isi rekaman tersebut ya?” saya bertanya kepada Ibu saya.
Ibu saya hanya senyum dan menjawab dengan santai , “Nanti juga kau tahu.”
Rekaman tersebut adalah rekaman ketika saya berumur 16 tahun dan sedang menghadiri suatu seminar yang membahas segala sesuatu mengenai remaja.
Seorang psikolog berkata kepada seorang remaja yang tengah mengajukan pertanyaannya mengenai masalah yang sedang ia lalui bersama dengan mantan kekasihnya.  
Psikolog pun menjawab demikian,  “Masa lalu itu tidak boleh diingat, harus dilupakan!”.
 Saat saya mendengar perkataan itu, seketika saya teringat oleh masa lalu saya sendiri. “Saya tidak mungkin bisa melupakan apa yang telah terjadi kepada saya sebelumnya. Sebab masa lalu itu , persoalan itu, kesalahan itu yang membuat saya tampak lebih waspada saat membuat keputusan kedepannya. Bukan hanya dalam persoalan jodoh. Tetapi dalam segala aspek kehidupan. Sebab masa lalu dan pengalamanlah  yang membetuk saya menjadi saya sekarang ini.”, kegelisahan kembali menghantui pikiran saya untuk yang kesekian kalinya.
Karena saya berbeda pendapat dengan Psikolog itu, saya langsung bertanya kepada Ibu saya.
“Ibu, kenapa rekaman yang seperti ini harus diputar? Padahal perkataannya itu tidak sepenuhnya benar. Apa Ibu setuju dengan perkataan Bapak itu? “
Lagi-lagi, Ibu hanya tersenyum. Huhhh, kesal rasa hati saat dibegitukan!

Selasa, 22-April-2032
10 tahun sudah berlalu. Dan sekarang saya sudah berumur 32 tahun. Saya sudah berkeluarga dan bekerja sebagai entrepreneur sukses dan memliki seorang anak perempuan yang berumur 5 tahun.
Saya juga hidup bahagia dengan suami saya yang selalu serius mengurusi dagangannya untuk menghidupi keluarga yang sederhana ini. Yaa, begitulah alasannya ketika orang bertanya, haha.

Di suatu sore yang teduh ...
Sebuah parsel yang dikirimi Ibu tiba di rumah saya dua hari setelah ulang tahun saya yang ke 32. Tetapi, parsel tersebut tidak hanya berisikan satu rekaman melainkan dua rekaman sekaligus. Ibu saya menandai rekaman kedua dengan sebuah pesan, “Untuk diputar 30 tahun berikutnya”.
Meskipun saya hanya membuka rekaman-rekaman tersebut setiap 10 tahun sekali, sangatlah beda rasanya tanpa ada Ibu disamping untuk menemani saya menyaksikan isi dari rekaman-rekaman tersebut.

Sebuah permenungan yang menyita waktu kebersamaan antara saya dan senja...
Pernahkah kalian memiliki harapan untuk menjadi seorang balita yang hidup bebas dari beban sekolah, beban sosial dan lainnya? Pernahkah Anda memilliki kemauan untuk menjadi seorang sosok dewasa yang sudah berumur 30 tahun dengan hidup yang sudah mapan tanpa harus melewati masa-masa sulit untuk menemukan jati diri Anda di masa depan?
Pasti pernah! Rekaman kali ini berisikan tentang diri saya yang sedang menghadapi Ujian Nasional untuk mengakhiri masa sekolah  di Sekolah Menengah Atas. Di rekaman tersebut, saya terlihat sangat kewalahan dan hampir sama sekali tidak ada semangat untuk belajar.
Tetapi apa yang terjadi? Apakah diri saya berhenti? Sosok gadis yang berumur 18 tahun ini tidak menyerah!  Meskipun dengan materi yang menggunung dan waktu yang sangat terbatas, dirinya tetap tidak menyerah dan menggunkan waktu tersebut dengan sangat efisien.
Hampir saja saya lupa kalau sosok gadis yang ada di rekaman tersebut adalah diri saya sendiri.
Dari rekaman tersebut saya ingat bahwa biasanya saya sering direndahkan sebagai remaja. Padahal mereka tidak tahu, sulitnya menjadi remaja yang hidup di zaman dimana semuanya high tech. Remaja tentu harus bisa mengikuti perkembangan zaman. Itulah salah satu faktor yang membuat bukan hanya saya, tetapi semua remaja mengalami stress yang lebih berat  dari generasi sebelumnya.
Tetapi juga bukanlah sebuah alasan untuk menyerah pada masa depan kita.
” Masa depan adalah bagaikan harta karun yang hidup di dasar laut yang menantikan gilirannya untuk ditemukan.”




Kamis, 20- April – 2062

Dan kembalilah saya menulis di buku kenangan ini. Rasanya agak kikuk. Setelah sekian lama terdiam, hari ini pun saya kembali mengayunkan sebatang pena bertinta hitam menghiasi lembar demi lembar isi buku itu. Saya sudah hidup lebih dari 60 tahun di muka bumi ini. Bisa dibilang saya sudah memilki banyak sekali pengalaman. Tetapi tetap saya merasa belum sempurna sebelum memutar kenangan terakhir saya.
Ceklekk...Rekaman tersebut mulai memutar. Tiba-tiba munculah sebuah moment dimana seorang Ibu baru saja melahirkan anak perempuannya.
“I’m grateful.” Ucap Ibu itu ke bayinya serambi mencium kening bayi tersebut.
Saya memutar minit pertama dari rekaman tersebut. Begitu rindunya saya akan suara Ibu. Dan begitu sederhana tetapi sangat indah nya kata-kata yang diucapkan Ibu kepada saya.
Dengan spontan saya berkata,
“I’m grateful.”
Rekaman-rekaman berikutnya merupakan gabungan dari sisa hidup yang digabungkan. Dengan sekilas, saya melihat seluruh perjalanan hidup saya ditampilkan di sana.
Ada cuplikan dimana saya belajar untuk berjalan, makan dan melakukan hal sederhana lainnya. Ada pula cuplikan dimana saya belajar untuk bermain sepeda, menulis dan membaca buku. Ada cuplikan dimana saya memarahi Ibu karena keinganan untuk membeli mainan baru tidak diwujudkan olehnya. Warna lain yang tampak dari rekaman itu adalah cuplikan dimana saya tengah berkunjung ke salah satu Panti Asuhan yang berada tidak jauh dari tempat kediaman dan memberikan sebagian besar dari mainan yang saya miliki kepada mereka yang membutuhkan.
Ibu saya berkata diakhir rekaman itu,
“Tahukah Nana, kalau dirimu sendirilah yang bisa membentuk dirimu yang sekarang? Tugas Ibu hanyalah membimbing. Dan yang lainnya adalah tugasmu. Tidak ada kata yang bisa mengartikan kebanggaan Ibu untuk Nana.” dengan lembut kata-kata itu terucap dari mulut Ibu sendiri.
Sekarang saya telah mengerti maksud Ibu selama ini. Saya pun menulis kata-kata terakhir di halaman buku kenangan yang usianya sudah tidak lagi perawan.
"Dan pada akhirnya kita hanya memiliki diri kita sendiri. Kita akan membuat kesalahan dan kita akan belajar. Itulah yang disebut pengalaman hidup. "
Kalimat itu terinsipirasi dari seorang wanita yang telah melahirkan saya. Yang telah memberikan segalanya untuk saya. Sebentar lagi saya akan menemuinya dan akan menyampaikan sesuatu yang belum sempat saya sampaikan kepadanya.
"Terima kasih Ibu"                              

           
-Tamat-

            (Gracella Maureen, Siswi Kelas IX SMP YPPK Bonaventura Sentani)

2 komentar: